Kita tahu bahwasanya stand up comedy adalah ajang untuk menunjukkan
siapakah yang paling lucu dan yang paling jago dalam membuat perut
penonton mules. Namun bermunculan belakangan ini lawakan yang berbau
SARA karena melecehkan ajaran-ajaran Islam. Bahkan yang melecehkan
menamakan dirinya Ustadz. Dalam lawakannya gerakan shalat dilecehkan. Ia
juga menyebutkan salah satu surat dalam Al Qur’an yaitu surat Al Ikhlas
-yang disebut tsulutsul Qur’an (mengandung sepertiga Al Qur’an)-,
dilecehkan dengan menyatakan bahwa surat tersebut dapat mengusir kucing.
Setiap yang mendengarnya tertawa cekikikan.
Namun sangat disayangkan kenapa popularitas dicari dengan cara melecehkan ayat-ayat Allah padahal si pelawak berpecis dan berpakaian muslim?
Bahaya Melecehkan Al Qur’an
Yang kami sayangkan dari perilaku ustadz gadungan ini adalah
melecehkan ayat Al Qur’an, beda halnya jika guyonannya tidak bawa-bawa
agama. Padahal mempermainkan ayat Allah supaya buat orang lain tertawa
dapat terkena ayat berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ
أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا
تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah
kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 65-66)
Coba perhatikan kisah berikut :
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan
Qotadah, hadits dengan rangkuman sebagai berikut. Disebutkan bahwa pada
suatu perjalanan perang (yaitu perang Tabuk), ada orang di dalam
rombongan tersebut yang berkata, “Kami tidak pernah melihat seperti para
ahli baca Al-Qur’an ini (yang dimaksudkan adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya), kecuali sebagai orang yang
paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling
pengecut tatkala bertemu dengan musuh.”
(Mendengar hal ini), ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata kepada
orang tersebut, “Engkau dusta, kamu ini munafik. Aku akan melaporkan
ucapanmu ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Maka ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun pergi menghadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sebelum ‘Auf sampai, wahyu telah
turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (tentang peristiwa
itu). Kemudian orang yang bersenda gurau dengan menjadikan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bahan candaan itu mendatangi
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sudah berada di atas
untanya. Orang tadi berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, kami tadi hanyalah bersenda gurau, kami lakukan itu hanyalah
untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan sebagaimana hal ini
dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam perjalanan!”
Ibnu Umar (salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang berada di dalam rombongan) bercerita, “Sepertinya aku melihat ia
berpegangan pada tali pelana unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sedangkan kakinya tersandung-sandung batu sembari mengatakan,
“Kami tadi hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya (dengan membacakan firman Allah),
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ
أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا
تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah
kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 65-66).
Beliau mengucapkan itu tanpa menoleh orang tersebut dan beliau juga
tidak bersabda lebih dari itu.” (HR. Ibnu Jarir Ath Thobariy dan Ibnu
Abi Hatim dari Ibnu Umar dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohihul Musnad min
Asbabin Nuzul mengatakan bahwa sanad Ibnu Abi Hatim hasan)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Dinukil dari Imam Syafi’iy
bahwa beliau ditanyakan mengenai orang yang bersenda gurau dengan
ayat-ayat Allah T’ala. Beliau mengatakan bahwa orang tersebut kafir dan
beliau berdalil dengan firman Allah Ta’ala,
أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir
sesudah beriman.” (QS. At-Taubah 9: 65-66)”
-Demikianlah dinukil dari Ash Shorim Al Maslul ‘ala Syatimir Rosul-
Ayat di atas menunjukkan bahwa mengolok-olok Allah, Rasulullah dan
ayat-ayat Allah adalah suatu bentuk kekafiran. Dan barang siapa
mengolok-olok salah satu dari ketiga hal ini, maka dia juga telah
mengolok-olok yang lainnya (semuanya). (Lihat Kitab At Tauhid, Dr.
Sholih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan, hal. 59)
Bahaya Membuat Lawakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu
kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.”
(HR. Abu Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 2315. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Lihatlah orang yang membuat
cadaan, lawakan dikatakan celaka. Ini adalah ancaman baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi para pelawak yang hanya ingin membuat penonton tertawa.
Bayangkan lagi jika yang jadi bahan lawakan adalah surat dalam Al Qur’an, apalagi surat yang mulia seperti surat Al Ikhlas. Bagaimana jadinya?
Kadang candaan dan lelucon yang dibuat dengan mengambil lalu
menyembunyikan barang orang lain. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda,
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا
“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Orang yang mengambil hendaklah mengembalikannya,
وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا
“Siapa yang mengambil tongkat saudaranya, hendaklah mengembalikannya”
(HR. Abu Daud no. 5003)
Membuat orang lain takut walau maksudnya bercanda termasuk dosa.
Pernah di antara sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berjalan bersama beliau, lalu ada seseorang di antara mereka yang
tertidur dan sebagian mereka menuju tali yang dimiliki orang tersebut
dan mengambilnya. Lalu ia pun khawatir (takut). Lantas Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kita sering dahulu melihat ada yang melakukan seperti itu. Ada yang
sengaja menyembunyikan sendal temannya di masjid . Ketika ia keluar, ia
pun kebingungan. Nah, ketika sudah pada puncak kebingungan setelah sejam
mencari, barulah barang miliknya dikembalikan. Hal ini tidaklah
dibolehkan. Sampai-sampai Imam Abu Daud (Sulaiman bin Al Asy’ats As
Sajistaniy) membuat bab tersendiri dalam kitab sunannya dengan
membawakan hadits-hadits yang penulis sebutkan di atas. Beliau membuat
judul bab, “Siapa yang mengambil barang orang lain dalam rangka bercanda.”
Semoga Allah memberi taufik pada kita untuk menghindarkan diri dari yang haram.
0 komentar:
Posting Komentar